Info Terbaru Indonesia
,
Jakarta
– Setelah insiden dokter residen di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Padjadjaran yang melakukan pelecehan terhadap kerabat pasiennya menarik perhatian besar, Kementerian Kesehatan berencana untuk mensyaratkan para pelaku Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) mengambil ujian tersebut.
kesehatan mental
untuk mengantisipasi masalah kejiwaan.
“Masalah kesehatan mental ini sebenarnya dapat dihindari. Mulai tanggal 11 April 2025, menurut pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi pada hari Jumat tersebut, Kementerian Kesehatan mengharuskan seluruh calon peserta PPDS untuk menjalani pemeriksaan kesehatan mental terlebih dahulu serta melakukannya secara berkala setiap tahunnya,” demikian dilaporkan media.
Antara
.
Dilansir dari
Medline Plus
Pemeriksaan kesehatan mental melibatkan sejumlah pertanyaan baku yang digunakan untuk mendeteksi gejala-gejala masalah psikiatrik. Serangkaian pertanyaan ini memberikan dukungan kepada profesional kesehatan dalam mengidentifikasi keadaan emosi, pola pikiran, tingkah laku, serta daya ingat individu tersebut.
Apabila hasil pemeriksaan mengindikasikan adanya masalah, umumnya akan dijalankan tes tambahan guna mendeteksi jenis gangguan jiwa yang spesifik. Istilah ‘gangguan jiwa’ pun bisa dikenal sebagai ‘penyakit kejiwaan’, sementara pengecekan kesejahteraan mental sering kali dirujuk kepada sebagai ‘pengujian penyakit kejiwaan’ ataupun ‘evaluasi psikologis’.
Jenis-jenis Pemeriksaan Kesehatan Jiwa
1
.
MMPI (Inventaris Kepribadian Multifaset Minnesota)
Dikutip dari situs
Kemenkes Makassar
, MMPI adalah alat ujian kesehatan mental yang sering dipakai untuk mengukur status psikologis atau mendeteksi adanya gangguan kejiwaan semacam skizofrenia, depresi, ataupun ketidaknyamanan emosional berkelanjutan.
Selain itu, tes ini juga sering digunakan untuk mengevaluasi kesehatan Jiwa yang terkait kasus hukum, seperti menilai pembelaan tersangka, atau dalam kasus perebutan hak asuh anak untuk membantu pihak berwajib menentukan kesehatan jiwa kedua orang tua.
Tes ini akan meminta seseorang untuk menjawab beberapa pertanyaan benar atau salah. Kemudian hasil pemeriksaan akan menentukan apakah orang tersebut memiliki masalah
kesehatan mental
tertentu atau tidak.
2
.
PHQ-9 (Patient Health Questionnaire–9)
Tes PHQ-9 dipakai untuk mengidentifikasi depresi pada tahap awal. Tambahan pula, PHQ-9 juga berfungsi untuk mengevaluasi tingkat keparasan depresi individu serta melacak respons mereka terhadap perawatan yang diberikan.
Penilaian ini mengharuskan individu yang diyakini menunjukkan tanda-tanda depresi untuk menjawab 9 pertanyaan singkat pada skala dari 0 (jarang sekali) sampai 4 (hampir tiap hari). Salah satu contoh soalnya adalah “Selama dua pekan terakhir, berapa kali Anda merasakan kesedihan, keputus-asaan, atau suasana hati yang suram?”
3. Inventaris Depresi Beck (BDI)
Seperti halnya PHQ-9, BDI adalah salah satu alat evaluasi kesehatan mental yang dipakai untuk menilai derajat depresi pada individu. Tes ini melibatkannya dalam menjawab 21 pertanyaan pilihan ganda sesuai dengan kondisi mereka sendiri.
4. STEPI (Skala Tes Skizofrenia dan Indikator Awal Psikosis)
STEPI merupakan alat penilaian kesehatan mental yang dipakai untuk mendeteksi tanda-tanda skizofrenia pada individu. Dalam proses pemeriksaan tersebut, peserta diharuskannya merespons 17 pertanyaan berkaitan dengan rutinitas harian mereka serta potensi adanya pengalaman halusinasi atau delusi.
5. Skala Yal Brown untuk Gangguan Obsesif Kompulsif
Skala Yale-Brown Obsessive Compulsive digunakan untuk mendeteksi penyakit obsesif-kompulsif atau OCD. Pada tes ini, medis akan mengajukan 10 pertanyaan dan hasilnya akan dipakai oleh dokter untuk memeriksa intensitas serta ragam dari kondisi tersebut.