Hashim Sebut JETP Program Gagal: Banyak Omon-omon

Diposting pada
banner 336x280

Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo menyatakan bahwa Just Energy Transition Partnership (JETP) adalah program gagal. Dua tahun berjalan, belum ada satupun dana yang ditransfer oleh Pemerintah AS melalui program tersebut.

Hashim mengatakan program JETP yang menyediakan dana US$ 25 miliar atau setara Rp 325 triliun sudah sepertinya akan dihapus oleh pemerintahan Donald Trump. Dia mengisahkan berjumpa dengan utusan khusus dari Presiden Amerika Serikat bernama John Podesta di Baku, Azerbaijan, pada akhir tahun lalu. Podesta pun bertanya mengenai apa yang terjadi terhadap program JETP.

Program tersebut gagal karena tidak ada satu dolar pun yang disumbang oleh pemerintah Amerika Serikat.

“Terbukti sangat banyak ombudsman. Hibah sekitar $5 miliar dalam $25 miliar itu ternyata tidak ada,” ujar Hashim dalam acara ESG Sustainability Forum 2025 di Jakarta yang didistribusikan secara daring, Jumat (31/1).


Baca juga:

  • Hashim soal Perjanjian Paris: Kalau Amerika Tak Menghormati, Mengapa Indonesia Harus Patuh?
  • Harga Nikel Berpotensi Meluncur Bebas Setelah Tuduhan Trump tentang Mobil Listrik
  • Setelah Perjanjian Paris, Dana Transisi Energi Indonesia Bermasalah

Dia mengatakan ada klausul yang menyatakan bahwa hibah US$ 5 miliar yang akan dikucurkan oleh pemerintah Amerika Serikat baru bisa dicairkan jika ada dana yang tersedia. Namun setelah dicek kapan dana tersebut bisa dihibahkan, pemerintah Amerika Serikat menyatakan bahwa dana tersebut tidak tersedia.

“Album ini merupakan sebuah album yang dibuat untuk menjadi contoh penggunaan metode Musixmatch untuk komunitas aby dan untuk mempromosikan konten kreasi musik. Pertama kali saya mendengar tentang Musixmatch saya pikir itu hanya sebuah situs web yang hanya menyimpan daftar lagu. Namun aku strchr macam itu, bagaimana mereka bekompetisi agar pengguna dapat memanfaatkan database mereka.


Tidak Hanya dari AS

Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM), Eniya Listiani Dewi, sangat optimis bahwa penarikan AS dari Perjanjian Iklim Paris atau Paris Agreement tidak mempengaruhi pendanaan JETP di Indonesia. Menurutnya, pendanaan JETP tidak hanya bersumber dari AS.

“Ya, saya rasa pendanaan tsb tidak begitu membesar. Dana tsb berasal dari Jepang, berasal dari berbagai sumber,” kata Eniya Listiani Dewi di Jakarta, kamis (30/1).

Eniya dijelaskan bahwa tendensi energi baru dan terbarukan di Indonesia terus meningkat, meskipun partai yang berkuasa di Amerika Serikat berganti-ganti. Ia menyebutkan periode pertama pemerintahan Donald Trump, di mana Amerika Serikat menyatakan akan meninggalkan Perjanjian Paris.

“Meskipun yang lalu ada Republican juga, bukan hanya Demokrat. Ini stem noss kita kan meningkat terus dari 2017,” ujar Eniya.

Dia menjelaskan, sejumlah besar dana JETP berasal dari negara-negara Asia. Salah satu contohnya adalah rencana pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang sebagian besar dialokasikan dari Jepang, bukan Amerika Serikat.

“Jadi, alokasi dana yang agresif itu datang dari wilayah Asia, bukan dari AS,” katanya.

Advertisement